‘Terorisme’ Moral Anak Bernama Pornografi’

Senin, 10 Agustus 2009, 09:35 WIB
Pelarangan atau pun pembatasan pada materi pornografi belum maksimal dilaksanakan.

Dampak pornografi terhadap perkembangan jiwa anak dan remaja ternyata lebih dahsyat dari yang dibayangkan. Tanyakan itu kepada Direktur Pelaksana Yayasan Kita dan Buah Hati, Hj Elly Risman Musa SPsi, maka akan memperoleh gambaran yang memprihatinkan.

”Kita semua patut prihatin dengan yang terjadi pada anak-anak kita dewasa ini,” kata Elly, kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Ibu tiga putri itu punya sederet bukti. Dari berbagai forum dan kegiatan yang diikuti, baik di seminar, konsultasi psikologi, maupun di radio, dia menemukan hal-hal yang tidak terduga menyangkut respons anak-anak, remaja, orangtua dan guru terhadap bahaya pornografi.

Saat memandu acara konsultasi di radio, Elly menemukan para orangtua dan guru kian gelisah melihat perilaku anak-anaknya. “Bagaimana saya harus bersikap terhadap anak didik saya? Mereka suka duduk berduaan di kolong meja atau di pojokan sekolah?”

Elly juga pernah terkejut bukan main pada waktu berkunjung ke sebuah SD di pinggiran Jakarta. Ketika itu, bersama yayasannya, dia sedang menggelar acara sosialisasi.

Tiba-tiba, seorang siswa kelas empat dengan polosnya menanyakan sesuatu yang belum sepantasnya diajukan anak seusianya. Sontak, Elly tak mampu berkata apa-apa. “Saya sangat trenyuh memikirkan hal itu,” kenangnya.

Pertanyaannya, mengapa bisa terjadi seperti ini? Menurut pengasuh kolom konsultasi keluarga di sejumlah media massa tersebut, hal itu tak lain akibat tayangan dan paparan berbau pornografi yang seolah tidak terbendung dan menyerang anak-anak serta remaja.

Elly sendiri mengistilahkan bahaya itu sebagai ‘terorisme’ atau ‘bom’ terhadap jiwa anak. Mulai dari film, games (permainan), situs internet, SMS pornografi bahkan komik, semuanya adalah ancaman yang harus diwaspadai.

Padahal dari hasil riset dr Donald Hilton, seorang ahli bedah otak dan dokter terkemuka dari Amerika Serikat yang datang Februari lalu atas undangan Yayasan Kita dan Buah Hati, dikatakan bila kokain merusak otak di tiga bagian, maka pornografi atau kecanduan seks akan merusak otak di lima bagian.

Itulah dampak terorisme jiwa. Celakanya, dia menilai upaya pelarangan atau membatasi materi pornografi, belum maksimal dilakukan.

“Meski sudah diteriakkan ke mana-mana tetap saja tidak ada teguran. Sepertinya mereka (pemilik modal, red) punya dana besar sekali yang sulit dikalahkan,” kata dia, sedih.

Lantas, bagaimana peran orangtua dalam mengatasi dampak buruk pornografi? Elly justru mengaku tidak habis pikir. Ternyata sebagian orangtua sedang dilanda budaya cuek. “Jadi, seolah-olah nggak terjadi apa-apa dengan anaknya,” ujarnya.

Salah satu contoh yakni membebaskan anak memakai telepon genggam, alasannya agar memudahkan komunikasi. Sebagian bahkan membekali anaknya yang masih duduk di SD atau SMP dengan Blackberry.

Maka dengan fasilitas internet yang ada, mereka pun dapat berselancar di dunia maya secara leluasa. Atau bermain game yang kontennya kadang sangat tidak mendidik.

“Prancis saja menyetop pemakaian HP untuk anak SD. Kita boro-boro,” keluh dia.

Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) ini memang dikenal luas pada kepeduliaannya terhadap persoalan tersebut. Bersama yayasannya maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian serupa, Elly terus berupaya membangun kepedulian demi menyelamatkan generasi bangsa dari kerusakan moral dan akhlak.

Dikatakan Elly, kenyataan yang ada serta pertanyaan para orangtua dan guru tadi, membuktikan ketakutan masa lalunya. Lima tahun lalu, dia pernah khawatir bahwa siswa TK dapat menjadi korban kekerasan seksual. ”Ternyata, kekhawatiran saya sekarang jadi nyata,” tandasnya.

Untuk itu, lembaga Yayasan Ibu dan Buah Hati pernah menerbitkan sebuah buku sebagai panduan dan bimbingan bagi orangtua bagaimana menghindarkan anak dan balita dari tindak kekerasan itu.

Tapi, gempuran pornografi tak pernah surut. Dampaknya luar biasa. Terorisme jiwa lambat laun menciutkan otak anak dan membuat adiksi pada pornografi. “Perlu upaya segencar menanam pohon atau membasmi terorisme, terhadap bahaya yang dihadapi anak-anak Indonesia,” tegas Elly lagi.  dam/taq

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment